About

Terima Kasih Atas Kunjuangannya. MARI BERBAGI ILMU di SIT four diHATI

Minggu, 06 Mei 2012

Pengawasan Pendidikan


A.    Pengertian Pengawasan Pendidikan
Ketika perencanaan pendidikan dikerjakan dan struktur organisasi persekolahannyapun disusun guna memfasilitasi perwujudan tujuan pendidikan, serta para anggota organisasi, pegawai atau karyawan dipimpin dan dimotivasi untuk men­sukseskan pencapaian tujuan, tidak dijamin selamanya bahwa semua kegiatan akan berlangsung sebagaimana yang direncana­kan. Pengawasan sekolah itu penting karena merupa­kan mata rantai terakhir dan kunci dari proses manajemen.

Kunci penting dari proses manajemen sekolah yaitu nilai fungsi pengawasan sekolah terletak terutama pada hubung­an­nya terhadap pe­rencana­an dan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan (Robbins 1997).
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins 1997).
Pengawasan juga merupakan fungsi manajemen yang diperlukan untuk mengevaluasi kinerja organisasi atau unit-unit dalam suatu organisasi guna menetapkan kemajuan sesuai dengan arah yang dikehendaki (Wagner dan Hollenbeck dalam Mantja 2001).
Oleh karena itu mudah dipahami bahwa pengawasan pendidikan adalah fungsi manajemen pendidikan yang harus diaktualisasikan, seperti halnya fungsi manajemen lainnya (Mantja 2001). Berdasarkan konsep tersebut, maka proses perencanaan yang mendahului kegiatan pengawasan harus dikerjakan terlebih dahulu. Perencanaan yang dimaksudkan mencakup perencanaan: pengorganisasian, wadah, struktur, fungsi dan mekanisme, sehingga perencanaan dan pengawasan memiliki standard dan tujuan yang jelas.
Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah.
Sahertian (2000:19) menegaskan bahwa pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Burhanuddin (1990:284) memperjelas hakikat pengawasan pendidikan pada hakikat substansinya. Substansi hakikat pengawasan yang dimaksud menunjuk pada segenap upaya bantuan supervisor kepada stakeholder pendidikan terutama guru yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan pembinaan aspek pembelajaran. Bantuan yang diberikan kepada guru harus berdasarkan penelitian atau pengamatan yang cermat dan penilaian yang objektif serta mendalam dengan acuan perencanan program pembelajaran yang telah dibuat. Proses bantuan yang diorientasikan pada upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar itu penting, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran. Jadi bantuan yang diberikan itu harus mampu memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar.
Pengawas satuan pendidikan/sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar/bimbingan untuk mencapai tujuan pendidikan (Pandong, A. 2003). Dalam satu kabupaten/kota, pengawas sekolah dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang koordinator pengawas (Korwas) sekolah/ satuan pendidikan (Muid, 2003).
Aktivitas pengawas sekolah selanjutnya adalah menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah satuan pendidikan/sekolah tertentu baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian itu dilakukan untuk penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria (tolak ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sedangkan kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk memberikan arahan, saran dan bimbingan (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari 1998).
Dengan menyadari pentingnya upaya peningkatan mutu dan efektifitas sekolah dapat (dan memang tepat) dilakukan melalui pengawasan. Atas dasar itu maka kegiatan pengawasan harus difokuskan pada perilaku dan perkembangan siswa sebagai bagian penting dari: kurikulum/mata pelajaran, organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi, sistem pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan manajemen, bimbingan dan konseling, peran dan tanggung jawab orang tua dan masyarakat (Law dan Glover 2000).
Lebih lanjut Ofsted (2005) menyatakan bahwa fokus pengawasan sekolah meliputi: (1) standard dan prestasi yang diraih siswa, (2) kualitas layanan siswa di sekolah (efektifitas belajar mengajar, kualitas program kegiatan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa, kualitas bimbingan siswa), serta (3) kepemimpinan dan manajemen sekolah.
Dari uraian di atas dapat dimaknai bahwa kepengawasan merupakan kegiatan atau tindakan pengawasan dari seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang dan atau lembaga yang dibinanya. Seseorang yang diberi tugas tersebut disebut pengawas atau supervisor. Dalam bidang kependidikan dinamakan pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan. Pengawasan perlu dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berke­sinambung­an pada sekolah yang diawasinya.
Indikator peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat pada setiap komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan, kualitas guru, kepala sekolah, staf sekolah (Tenaga Administrasi, Laboran dan Teknisi, Tenaga Perpustakaan), proses pembelajaran, sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah, implementasi kurikulum, sistem penilaian dan komponen-lainnya. Ini berarti melalui pengawasan harus terlihat dampaknya terhadap kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikannya. Itulah sebabnya kehadiran pengawas sekolah harus menjadi bagian integral dalam peningkatan mutu pendidikan, agar bersama guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya berkolaborasi membina dan mengembangkan mutu pendidikan di sekolah yang ber­sangkutan seoptimal mungkin sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Kiprah supervisor menjadi bagian integral dalam peningkat­an mutu pendidikan di sekolah yang dimaksud dapat dijelaskan dalam visualisasi Gambar 1 tentang Hakikat Pengawasan. Dari visualisasi Gambar 1. tersebut tampak bahwa hakikat pengawas­an memiliki empat dimensi: (1) Support, (2) Trust, (3) Challenge, dan (4) Net­work­ing and Collaboration. Keempat dimensi hakikat pengawasan itu masing-masing dijelaskan berikut ini.
  1. Dimensi pertama dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Support. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mendukung (support kepada) pihak sekolah untuk mengevaluasi diri kondisi existing-nya. Oleh karena itu, supervisor bersama pihak sekolah dapat melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan potensi serta peluang sekolahnya untuk mendukung peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan pada sekolah di masa yang akan datang.
  2. Dimensi kedua dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Trust. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu membina kepercayaan (trust) stakeholder pendidikan dengan peng­gambaran profil dinamika sekolah masa depan yang lebih baik dan lebih menjanjikan.
  3. Dimensi ketiga dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Challenge. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu memberikan tantangan (challenge) pengembangan sekolah kepada stakeholder pendidikan di sekolah. Tantangan ini harus dibuat serealistik mungkin agar dapat dan mampu dicapai oleh pihak sekolah, berdasarkan pada situasi dan kondisi sekolah pada sat ini. Dengan demikian stakeholder tertantang untuk bekerjasama secara kolaboratif dalam rangka pengembangan mutu sekolah.
  4. Dimensi keempat dari hakikat pengawasan yaitu dimensi Net­work­ing and Collaboration. Dimensi ini menunjuk pada hakikat kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh supervisor itu harus mampu mengembangkan jejaring dan berkolaborasi antar stakeholder pen­didik­an dalam rangka meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah.

Fokus dari keempat dimensi hakikat pengawasan itu dirumuskan dalam tiga aktivitas utama pengawasan yaitu: negosiasi, kolaborasi dan networking.
a.         Negosiasi dilakukan oleh supervisor terhadap stakeholder pendidikan dengan fokus pada substansi apa yang dapat dan perlu dikembangkan atau ditingkatkan serta bagaimana cara meningkatkannya.
b.        Kolaborasi merupakan inti kegiatan supervisi yang harus selalu diadakan kegiatan bersama dengan pihak stakeholder pendidikan di sekolah binaannya. Hal ini penting karena muara untuk terjadinya peningkatan mutu pendidikan ada pada pihak sekolah.
c.         Networking merupakan inti hakikat kegiatan supervisi yang prospektif untuk dikembangkan terutama pada era globalisasi dan cybernet teknologi seperti sekarang ini. Jejaring kerjasama dapat dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal. Jejaring kerjasama secara horisontal dilakukan dengan sesama sekolah sejenis untuk saling bertukar informasi dan sharing pengalaman pengembangan mutu sekolah, misalnya melalui MKP, MKKS, MGBS, MGMP. Jejaring kerjasama secara vertikal dilakukan baik dengan sekolah pada aras dibawahnya sebagai pemasok siswa barunya, maupun dengan sekolah pada jenjang pendidikan di atasnya sebagai lembaga yang akan menerima para siswa lulusannya.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini pengawas sekolah atau pengawas satuan pendidikan adalah tenaga kependidikan profesional yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan di sekolah baik pengawasan dalam bidang akademik (teknis pendidikan) maupun bidang manajerial (pengelolaan sekolah). Jabatan pengawas adalah jabatan fungsional bukan jabatan struktural sehingga untuk menyandang predikat sebagai pengawas harus sudah berstatus tenaga pendidik/guru dan atau kepala sekolah/wakil kepala sekolah, setidak-tidaknya pernah menjadi guru.
Berdasarkan rumusan di atas maka kepengawasan adalah aktivitas profesional pengawas dalam rangka membantu sekolah binaannya melalui penilaian dan pembinaan yang terencana dan berkesinambungan. Pembinaan diawali dengan mengidentifikasi dan mengenali kelemahan sekolah binaannya, menganalisis kekuatan/potensi dan prospek pengembangan sekolah sebagai bahan untuk menyusun program pengembangan mutu dan kinerja sekolah binaannya. Untuk itu maka pengawas harus mendampingi pelaksanaan dan pengembangan program-program inovasi sekolah. Ada tiga langkah yang harus ditempuh pengawas dalam menyusun program kerja pengawas agar dapat membantu sekolah mengembangkan program inovasi sekolah. Ketiga langkah tersebut adalah :
  1. Menetapkan standar/kriteria pengukuran performansi sekolah (berdasarkan evaluasi diri dari sekolah).
  2. Membandingkan hasil tampilan performansi itu dengan ukuran dan kriteria/benchmark yang telah direncanakan, guna menyusun program pengembangan sekolah.
  3. Melakukan tindakan pengawasan yang berupa pembina­an/pendampingan untuk memperbaiki implementasi program pengembangan sekolah.
  4. Dalam melaksanakan kepengawasan, ada sejumlah prinsip yang dapat dilaksanakan pengawas agar kegiatan kepengawasan berjalan efektif.

Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
  1. Trust, artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan antara pihak sekolah dengan pihak pengawas sekolah sehingga hasil pengawasannya dapat dipercaya
  2. Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan berdasarkan data eksisting sekolah,
  3. Utility, artinya proses dan hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya,
  4. Supporting, Networking dan Collaborating, artinya seluruh aktivitas pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya sekolah menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder,
  5. Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu meng­gambarkan kondisi kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak manapun.
Prinsip-prinsip di atas digunakan pengawas dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya sebagai seorang pengawas/ supervisor pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Dengan demikian kehadiran pengawas di sekolah bukan untuk mencari kesalahan sebagai dasar untuk memberi hukuman akan tetapi harus menjadi mitra sekolah dalam membina dan me­ngembangkan mutu pendidikan di sekolah sehingga secara bertahap kinerja sekolah semakin meningkat menuju tercapainya sekolah yang efektif.
Prinsip-prinsip kepengawasan itu harus dilaksanakan dengan tetap memperhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik yang dimaksud minimal berisi sembilan hal berikut ini.
  1. Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas satuan pendidikan senantiasa berlandaskan Iman dan Taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Pengawas satuan pendidikan senantiasa merasa bangga dalam mengemban tugas sebagai pengawas.
  3. Pengawas satuan pendidikan memiliki pengabdian yang tinggi dalam menekuni tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas.
  4. Pengawas satuan pendidikan bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pengawas.
  5. Pengawas satuan pendidikan menjaga citra dan nama baik profesi pengawas.
  6. Pengawas satuan pendidikan menjunjung tinggi disiplin dan etos kerja dalam melaksanakan tugas profresional pengawas.
  7. Pengawas satuan pendidikan mampu menampilkan keberadaan dirinya sebagai supervisor profesional dan tokoh yang diteladani.
  8. Pengawas satuan pendidikan sigap dan terampil dalam menanggapi dan membantu pemecahan masalah-masalah yang dihadapi stakeholder sekolah binaannya
  9. Pengawas satuan pendidikan memiliki rasa kesetiakawan­an sosial yang tinggi, baik terhadap stakeholder sekolah binaannya maupun terhadap koleganya.

Masalah klasik pendidikan yang selalu menjadi perhatian dari tahun ke tahun di antaranya adalah mutu pendidikan, perluasan kesempatan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, dan efisiensi manajemen.
Dalam kaitannya dengan kepengawasan sekolah maka masalah mutu menjadi masalah yang relevan sekali untuk dibahas. Mutu pendidikan sering diartikan sebagai karakteristik jasa pendidikan yang sesuai dengan kriteria tertentu untuk memenuhi kepuasan pengguna (user) pendidikan, yakni peserta didik, orang tua, serta pihak-pihak berkepentingan lainnya.
Mutu pendidikan menjadi hal yang serius karena ternyata user pendidikan seringkali belum puas dengan layanan yang diberikan olehsebuah lembaga pendidikan. Hal itu disebabkan dari segi pelayanan masih di bawah pelayanan minimal. Inefisiensi masih terjadi dalam pemanfaatan sumber daya, adanya kegiatan yang kontraproduktif yang pada ujungnya mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Untuk itulah diperlukan suatu pengawasan supaya sebuah lembaga pendidikan—dalam hal ini sekolah—dapat melayani pengguna pendidikan sesuai kriteria yang telah ditentukan. Sehingga, akhirnya dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan user sekaligus menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional
Menurut Kepmen PAN No118/1996 tentang jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya, maka yang dimaksud dengan pengawas sekolah adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan pra sekolah, sekolah dasar, dan sekolah menengah.
Berdasarkan Kepmen tersebut pasal 2, tugas pokok pengawas adalah menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sekolah tertentu, baik negeri maupun swasta yang menjadi tanggung jawabnya.
Tugas menilai dan membina bukanlah tugas yang ringan, yang sekadar datang berkunjung ke sekolah untuk berbincang-bincang sejenak dan setelah itu pulang tanpa ada tidak lanjutnya.
Tugas menilai dan membina membutuhkan kemampuan dalam hal kecermatan melihat kondisi sekolah, ketajaman analisis dan sintesis, ketepatan memberikan treatment yang diperlukan serta komunikasi yang baik antara pengawas sekolah dengan setiap individu di sekolah.
Arti pembinaan sendiri adalah memberikan arahan, bimbingan, contoh dan saran dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Untuk itu, diperlukan keteladanan dari pihak pengawas sekolah dalam melaksanakan tugasnya. Dengan kemampuan-kemampuan tersebut diharapkan pengawas sekolah dapat menjadi partner kerja yang serasi dengan pihak sekolah dalam memajukan sekolahnya, bukan menjadi seorang “pengawas” yang menakut-nakuti pihak sekolah.

B.     Maksud Dan Tujuan Pengawasan
a.         Mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak.
b.         Memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengusahakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan baru.
c.         Mengetahui penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana awal (planning) terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang direncanakan.
d.        Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase/tingkat pelaksanaan).
e.         Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam perencanaan.

C.    Pentingnya Pengawasan Pendidikan
Pengawasan yang merupakan salah satu fungsi manajemen penting untuk dilakukan karena:
a.       Akan membantu mempertahankan dan meneruskan momentum awal dari suatu rencana atau tujuan (objectives)
b.      Penyesuaian-penyesuaian dapat dibuat secara tepat pada waktunya.
c.       Memungkinkan pelaksanaan management by exeption yaitu proses yang digunakan oleh manajer di mana sebagian besar waktu dan usahanya diberikan untuk memecahkan problem yang dihadapi dengan tetap menjamin bahwa tugas-tugas secara normal dikerjakan dan terus maju ke arah penyelesaian atau perbaikan.
Menurut Bafadal (2003) ada tiga faktor yang membuat pengawasan pengawasan penting untuk dilakukan, yaitu:
a.       Accountability, agar semua tenaga dan karyawan yang ada di lembaga mampu mengemban tugas dan tanggung jawabnya, bagaimana kinerja mereka akan diukur, dan standar keberhasilan kinerja yang digunakan sebagai kriteria dalam pengukurannya. Pertanggungjawaban tidak akan terlaksana dengan baik dan sungguh-sungguh tanpa adanya suatu sistem pengawasan yang baik.
b.      Rapidity of Change, bahwa setiap lembaga merupakan institusi sosial yang tidak terlepas dari lingkungannya. Lingkungan yang berubah cepat menghendaki penyesuaian taktis dan strategis dari lembaga untuk adaptasi. Agar perubahan lingkungan terpantau dan adaptasi terhadap perubahan dapat dilakukan, dibutuhkan adanya sistem pengawasan.
c.       Complexity Today’s Organization, stiap lembaga besar dan maju mempunyai program yang beragam guna mencapai tujuan yang juga besar dan kompleks. Bahkan ditemukan lembaga yang membuka cabang di sejumlah tempat yang secara geografis terpencar dari pusatnya.

D.    Legalitas Pengawasan
Pengawasan pendidikan di lingkungan persekolahan, baik yang dikelola pemerintah maupun yang dikelola masyarakat hendaknya memenuhi persyaratan legalitas. Pengawasan pendidikan haruslah memiliki landasan hukum. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan peristiwa multidimensi bersangkut paut dengan pelbagai aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Keberadaan dan pertumbuhan upaya pendidikan tersebut dalam kehidupan masyarakat, bukan tanpa dasar legalistik yang sah. Di satu sisi pendidikan merupakan hak sekaligus kewajiban warga masyarakat dan negara untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan dengan sebaik-baiknya pula.
Ada empat rujukan dalam penerapan landasan hukum bagi pengawasan pendidikan, yaitu:
a.       GBHN Tahun 1999
b.      Program Kabinet Gotong Royong, berupa: UU No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
c.       Undang-Undang, yaitu: UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, Ps. 112-114 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Ps.66
d.      Peraturan Perundang-undangan, berupa:PP No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraaan Pemerintaha Daerah; Keppres No.74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; Keppres No. 102 Tahun 2001tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, dan Susunan Organisasi antar Departemen: dan Kepmendiknas No. 030/O/2002 tentang Struktur organisasi Itjen Depdiknas.
Tata urut perundangan dalam pengawasan pendidikan penting dikenali agar penyimpanagan dapat diketahui sedini mungkin. Proses penyadaran terhadap dimensi legalistik pengawasan pendidikan penting dikaji dan dikembangkan, karena pendidikan berdimensi masyarakat (publik) yang mensyaratkan perlindungan hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar